Sejak era reformasi 98 dan dilaksanakan pemilihan langsung politik yang mengemuka sebagian
besar adalah sangat kental dengan politik identitas,berdasarkan kekerabatan,suku bangsa dan
memiliki kesamaan pandangan politik membentuk kelompok dengan tujuan bersama.
Namun tidak banyak pula hilangnya fungsi tokoh dalam masyarakat yang biasanya menjadi perwakilan atau saluran penyambung aspirasi dengan terjadinya liberalisasi politik, sehingga secara keilmuan dan konsentrasi keahlian sedikit dikesampingkan.
Yang ada hanya nilai popularitas,daya dukung keluarga dan finansial sehingga seleksi keterwakilan dalam masyarakat tidak berjalan secara rasional namun emosional.
Sehingga melahirkan penyampai aspirasi yang minim ide,kreatifitas,rawan intervensi oleh kepentingan kelompok tertentu dalam struktur sosial politik lingkup dalam skala terbatas. Dengan demikian aspirasi-aspirasi yang mengemuka dan diusung hanyalah diprioritas dalam lingkaran yang diwakilinya saja sehingga melahirkan kebijakan yang menguntungkan kelompok dan kalangan tertentu saja (nepotisme).
Peradaban liberalisasi politik produk demokrasi gaya western yang sudah dewasa dalam berdemokrasi yang demikian itu sudah saatnya diubah dan dimodifikasi berdasarkan kebutuhan demokrasi politik gaya indonesia.
Sungguh memprihatinkan berangkat dari strata demokrasi terendah seperti pemilihan ketua RT/RW saja sudah sedemikian liberal jika anda tidak memiliki keluarga yang besar dan cukup secara finansial walaupun qualified jangan berharap mendapat dukungan yang rasional untuk memenangkan kontestasi tersebut walaupun secara visi dan misi anda menyakinkan audiens.
Pragmatis pemilih menjadi bagian lain sehingga forcasting oleh pengamat dapat memberikan argumentasi sekenanya saja jika tidak dilakukan studi lanjutan seperti survey persepsi masyarakat sebagai dasar argumentasi.
Kembali lagi pada pokok pembahasan gaya politik dalam pemilihan calon pemimpin sekarang menjadi ajang judi,adu nasib dan hura-hura eforia siapa yang kuat secara kultur identitas,keluarga dan finansial secara pasti mendapatkan tiket berpotensi lolos dan memperoleh suaran yang signifikan.
Adalagi dibeberapa daerah pemilihan wakil berdasarkan pengaruh negatif (preman,penjahat,red) dapat saja dipilih untuk kebaikan dan keamaanan daerah sekitar tujuan konstituen baik namun tidak dengan keahlian mewakili masyarakat yang memilihnya hanya semata-mata untuk menurunkan tingkat kriminalitas sehingga daerah tersebut kondusif saja.
Lalu pertanyaannya dimanakah porsi tokoh muda dan memiliki talent mendapatkan ruang yang cukup untuk mengaktualisasikan dirinya,keilmuannya dan pembawa aspirasi yang dapat diandalkan ditempatkan.? pertanyaan ini yang sering berkecamuk dalam benak saya mungkin saja orang lain.
Sungguh disesali,marah dan terkadang kesal dengan ini semua karena implikasinya cukup masif dan dampaknya kemana-mana contoh ekonomi hanya dinikmati hanya segelintir orang,kebijakan yang diperjuangkan hanya untuk melanggengkan kepentingan politik tertentu dan ruang potensi korupsi terbuka cukup lebar karena sulit diawasi,jikapun terindikasi tidak memiliki cukup pengetahuan yang dalam hanya berdasarkan fisik dan informasi saja.
Saya tergelitik menulis ini dipagi hari ini karena tidak terlibat dalam pusaran politik tertentu dan bukan partisan hanya memandang dari kejauhan eforia yang hangat dan ramai dibicarakan tentang persaingan kontestan,politik uang dan siapa yang memiliki banyak keluarga dipastikan berpotensi menang.
Saya juga bukanlah politisi yang mampu memaparkan fenomena secara pengetahuan politik hanya sedikit memiliki pengetahuan sosial saja.
Produk politik yang dianut saat ini banyak melahirkan dua kutub yang saling berseberangan dan berpotensi terakumulasi dalam berbagai latar belakang.
Menurut saya lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya bagi seluruh masyarakat yang tidak berafiliasi dengan politik tertentu dan kepentingan kelompok tertentu.
Hanya melanggengkan kepentingan,posisi dan sumber-sumber ekonomi dalam garis kelompoknya.
Efek liberalisasi politik sejenis ini adalah triger dari gaya pemilihan secara nasional dan segaris dengan turunan undang-undang politik yang digunakan saat ini.
Layakkah kita mengungkapkan pemikiran dan pendapat seperti ini menurut saya cukup layak karena sangat fenomenal mendebarkan dan berpotensi terjadi gesekan sosial,semoga saja tidak terjadi.
Terakhir marilah kita mengambil peran dalam sudut pandang yang lain menyikapi fenomena ini dengan kearifan pribadi masing-masing dan jadilah pemimpin yang amanah,jujur,antikorupsi,adil, tidak memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri dan kelompok dan mengusung kepentingan masyarakat tanpa melihat orientasi politik tertentu.
Tulisan ini genuine berangkat dari keresahan atas liberalisasi mengakar dalam peradaban sosial politik masyarakat. Tidak menyinggung kandidat,kelompok tertentu dan orientasi politik tertentu.
Media yang representasi dan bebas ekspresi hanya media sosial
footnote :
Praktisi
Pemerhati sosial, politik dan ekonomi
Komentar